English
Amaterasu
The child of Izanagi
and Izanami, Amaterasu-O-Mi-Kami, meaning "August person who makes the
Heavens Shine," is the Sun Goddess of Japan. She is also known as
Amaterasu-Oho-Hiru-Me No Mikoto, Shinmei, O-Hiru-Me-No-Muchi,
Amaterasu-Omi-Gami, Tenshodaijin, and Tensho-Ko-Daijin. Sometimes she is
identified as an aspect of Amita (Amida) and sometimes with Dainachi Nyorai (an
aspect of Buddha). She is a solar and agriculture goddess and the culture-hero
goddess of Japan.
When Izanagi returned
from the land of the dead, he washed his face. Amaterasu emerged from his left
eye and the Moon God Tsukiyomi came from his right. She is also the sister of
Susano-Wo, the Storm God, who appeared from his father's nose. She is the most
prominent member of the Shinto Pantheon, and the Japanese royal family is
descended from her. Her sacred bird is Yatagarasu, the eight-handed (footed)
crow, which may be identified with Yangwu, the sun-crow of China.
Amaterasu is the mother
of the goddesses Takiri-Bime-No-Mikoto, Ikiti-Simapime-No-Mikoto (or
Sa-Yori-Bime-No-Mikoto), and Takitu-Pime-No-Mikoto. Her sons are named
Masa-Katu-A-Katu-Kati-Paya-Pi-Ame-No-Oso-Po-Mimi-No-Pi-No-Mikoto, Ame-No-Po-Pi-No-Mikoto,
Ama-Tu-Pikone-No-Mikoto, Iku-Tu-Pikone-No-Mikoto, and Kumano-Kusubi-No-Mikoto.
She also has a favorite grandson named Ninigi and a great grandson Hosuseri and
a great great grandson Jimmu-Tenno.
Izanagi gave the high
plains of heaven to her to rule over and his sacred bead necklace
(Mi-Kura-Tana-No-Kami). To her brother Susano, he gave the oceans. But Susano
wished to join his mother in Yomi, the Underworld, and so was banished by his
father to that place. Before leaving, he asked to say good-bye to his sister
Amaterasu. Believing her brother wished to steal her away with him, she
prepared for battle, arming herself with a bow and two quivers of arrows. Her
brother claimed he did not wish to usurp her power, but still challenged her to
a contest to prove who was the more powerful of the two. Both would attempt to
produce male deities.
She began the contest
by breaking her brother's sword into three, chewing the pieces, and spitting
them out. A mist appeared from her mouth and took the form of three goddesses.
Susano took the fertility beads from her hair and arms and cracked them with
his teeth. From these, he produced five male gods; then announced he had won
the contest. But the gods had been formed from her own jewels and so Amaterasu
claimed the victory. Ignoring her protests, Susano celebrated his victory by
causing havoc on Earth, destroying rice fields and filling irrigation ditches.
For his finale, he skinned a young pony and hurled it through the roof of the
sacred weaving hall where Amaterasu and her attendants sat weaving the fabric
of the universe, which was left incomplete as a result.
Fleeing in anger and
fear, Amaterasu hid in a cave, Ame-No-Iwato (sky-rock-cave), taking the light
with her. The evil gods were delighted, and used the opportunity to cause even
more trouble. Though the good gods begged her to leave her cave, Amaterasu
refused. They resorted to a trick in order to lure her out. A mirror was
fashioned (called Kagami or Yata-Kayami), strung with a jeweled necklace. A
party of gods assembled outside the cave with the mirror and a rooster. At the
crowing of the rooster (Amaterasu's sacred bird), Ame-No-Uzume, the Goddess of
the Dawn and Laughter, began dancing the Kagura on an upturned tub. In the
ecstasy of her dancing, she removed her clothes which caused the assembled gods
to laugh. Unable to contain her curiosity, Amaterasu emerged from her cave and
was told by the gods that they had found a more beautiful women to replace her.
As she moved close to see, she was captivated by her own reflected beauty.
Several of the gods caught her and a straw rope (Shiri-Kume-Na-Nawa) was placed
over the mouth of the cave to prevent her retreat. Thus light returned to the
world.
Her temple in Ise Naiku
is visited by about five million devotees each year, and she is also worshiped
in every family shrine. December 22nd is the Tohji-Taisai, a Shinto rite
honoring Sun Goddess Amaterasu. There is also a special ceremony during solar
eclipses. Her shrines are often placed adjacent to those her brother,
Susano-Wo. She protects the rice fields and invented irrigation canals. She
organized religious rites. She developed the art of raising silk worms (though
the goddess Ukemochi create silk worms from her eyebrows) and wove the clothing
of the gods.
Indonesia
Amaterasu
Anak dari Izanagi dan
Izanami, Amaterasu-O-Mi-Kami, yang berarti "orang mulia
yang membuat Surga bersinar," adalah Dewi Matahari Jepang. Dia juga dikenal
sebagai Amaterasu-Oho-Hiru-Me No Mikoto, Shinmei, O-Hiru-Me-No-Muchi, Amaterasu-Omi-Gami, Tenshodaijin, dan
Tensho-Ko-Daijin. Terkadang dia diidentikkan sebagai aspek Amita (Amida) dan terkadang sebagai Dainachi Nyorai (aspek Buddha). Dia adalah dewi matahari dan pertanian serta dewi budaya pahlawan Jepang.
Ketika Izanagi kembali
dari tanah kematian, ia
membasuh wajahnya. Amaterasu muncul dari mata kirinya dan Dewa
Bulan Tsukiyomi muncul dari mata kanannya. Amaterasu juga merupakan kakak perempuan dari Susano-Wo, Dewa Badai, yang muncul dari lubang hidung ayahnya, Izanagi.
Amaterasu adalah anggota yang paling menonjol di Panteon Shinto, dan keluarga kerajaan Jepang adalah keturunannya. Burung suci nya adalah Yatagarasu, gagak delapan tangan
(kaki), yang diidentikkan dengan Yangwu, gagak surya dariCina.
Amaterasu adalah ibu
dari dewi Takiri-Bime-No-Mikoto, Ikiti-Simapime-No-Mikoto (atau
Sa-Yori-Bime-No-Mikoto), dan Takitu-pime-No-Mikoto. Anak-anaknya bernama
Masa-Katu-A-Katu-Kati-Paya-Pi-Ame-No-Oso-Po-Mimi-No-Pi-No-Mikoto,
Ame-No-Po-Pi-No-Mikoto, Ama-Tu-Pikone-No-Mikoto, Iku-Tu-Pikone-No-Mikoto, dan
Kumano-Kusubi-No-Mikoto. Dia juga memiliki cucu tercinta bernama Ninigi dan cicitnya Hosuseri serta anak
dari cicitnya Jimmu-Tenno.
Izanagi memberikan
dataran tinggi di surga
untuk dikuasai serta kalung titisan sucinya (Mi-Kura-Tana-No-Kami) kepada Amaterasu. Untuk adiknya Susano, Izanagi memberikan lautan. Tapi Susano ingin bergabung dengan
ibunya di Yomi, Dunia Bawah, sehingga ia dibuang oleh ayahnya ke tempat itu. Sebelum berangkat, ia
ingin mengucapkan selamat tinggal kepada kakaknya Amaterasu. Percaya adiknya ingin ia pergi diam-diam bersamanya, ia bersiap untuk bertarung, dia mempersenjatai dirinya dengan busur dan dua kinan anak panah. Adiknya mengaku ia tidak bermaksud merebut kekuasaan Amaterasu, namun hanya ingin
menantangnya untuk membuktikan siapa yang lebih kuat diantara
mereka berdua. Keduanya akan berusaha untuk menciptakan dewa laki-laki.
Amaterasu memulai tantangan dengan membelah pedang Susano menjadi tiga potongan, lalu mengunyah potongan-potongan tersebut, dan memuntahkannya. Kabut muncul dari mulut Amaterasu dan terciptalah tiga dewi. Susano mengambil manik-manik kesuburan dari
rambut
dan lengan Amaterasu, lalu diretakkan dengan giginya. Dari usaha ini, Susano menciptakan lima dewa, kemudian diumumkan bahwa dia telah memenangkan kontes. Namun, para dewa yang tercipta merupakan hasil dari perhiasan Amaterasu, sehingga ia mengklaim kemenangan itu
adalah miliknya. Susano
mengabaikan protes dari
Amaterasu dan merayakan kemenangannya
dengan menyebarkan malapetaka di bumi, menghancurkan sawah-sawah dan saluran irigasi. Untuk perayaan
akhir, Susano menguliti seekor kuda poni muda dan melemparkan
Amaterasu kulit kuda itu dari
atas atap aula tenun sakral di mana ia dan para penenunnya menenun kain dari alam semesta, yang menyebabkan
hasilnya kurang bagus.
Minggat dalam kemarahan dan ketakutan, Amaterasu bersembunyi di sebuah
gua, Ame-No-Iwato (gua batu langit), bersama cahayanya. Para
dewa
yang jahat bergembira, dan menggunakan kesempatan itu untuk menimbulkan masalah yang lebih besar. Meskipun para dewa yang baik telah
memintanya untuk meninggalkan gua itu, Amaterasu terus menolak. Mereka terpaksa menipunya agar mau keluar. Sebuah cermin telah dibuat (Kagami atau Yata-Kayami), dirangkai dengan kalung permata. Sekumpulan dewa berkumpul di luar gua dengan cermin itu dan seekor ayam jantan. Saat ayam tersebut berkokok (yang mana merupakan burung suci Amaterasu), Ame-No-Uzume, Dewi Fajar dan Tawa, mulai menari Kagura pada bak yang
menengadah. Dalam kenikmatannya menari, ia melepas pakaiannya, sehingga para dewa yang berkumpul tertawa. Tak sanggup membendung rasa ingin tahunya, Amaterasu pun keluar dari gua dan diberitahu oleh para dewa bahwa mereka telah menemukan wanita
yang lebih cantik untuk
menggantikannya. Ketika dia mendekat untuk melihat, ia terpesona oleh kecantikannya
sendiri di cermin. Beberapa dewa lalu menangkap Amaterasu dan sepotong tali jerami (Shiri-Kume-Na-Nawa) ditempatkan di mulut gua
untuk mencegahnya masuk kembali. Demikianlah cahayanya pun kembali menyinari ke dunia.
Kuil Amaterasu di Ise Naikū dikunjungi sekitar lima juta pemuja setiap tahun, dan dia juga dipuja di kuil setiap keluarga. Dua puluh dua Desember adalah hari Tohji-Taisai, ritual Shinto untuk
menghormati Dewi Matahari Amaterasu. Ada juga sebuah upacara khusus saat gerhana matahari. Kuilnya sering ditempatkan berdekatan
dengan kuil adiknya, Susano-Wo. Amaterasu melindungi sawah dan saluran irigasi. Dia mengatur ritual keagamaan. Dia mengembangkan seni membesarkan cacing
sutra (meskipun dewi Ukemochi yang menciptakan cacing sutra dari alisnya) dan menenun
pakaian para dewa.
No comments:
Post a Comment