Thursday, April 18, 2013

Japanese Myth, Amaterasu



English
Amaterasu
The child of Izanagi and Izanami, Amaterasu-O-Mi-Kami, meaning "August person who makes the Heavens Shine," is the Sun Goddess of Japan. She is also known as Amaterasu-Oho-Hiru-Me No Mikoto, Shinmei, O-Hiru-Me-No-Muchi, Amaterasu-Omi-Gami, Tenshodaijin, and Tensho-Ko-Daijin. Sometimes she is identified as an aspect of Amita (Amida) and sometimes with Dainachi Nyorai (an aspect of Buddha). She is a solar and agriculture goddess and the culture-hero goddess of Japan.
When Izanagi returned from the land of the dead, he washed his face. Amaterasu emerged from his left eye and the Moon God Tsukiyomi came from his right. She is also the sister of Susano-Wo, the Storm God, who appeared from his father's nose. She is the most prominent member of the Shinto Pantheon, and the Japanese royal family is descended from her. Her sacred bird is Yatagarasu, the eight-handed (footed) crow, which may be identified with Yangwu, the sun-crow of China.
Amaterasu is the mother of the goddesses Takiri-Bime-No-Mikoto, Ikiti-Simapime-No-Mikoto (or Sa-Yori-Bime-No-Mikoto), and Takitu-Pime-No-Mikoto. Her sons are named Masa-Katu-A-Katu-Kati-Paya-Pi-Ame-No-Oso-Po-Mimi-No-Pi-No-Mikoto, Ame-No-Po-Pi-No-Mikoto, Ama-Tu-Pikone-No-Mikoto, Iku-Tu-Pikone-No-Mikoto, and Kumano-Kusubi-No-Mikoto. She also has a favorite grandson named Ninigi and a great grandson Hosuseri and a great great grandson Jimmu-Tenno.
Izanagi gave the high plains of heaven to her to rule over and his sacred bead necklace (Mi-Kura-Tana-No-Kami). To her brother Susano, he gave the oceans. But Susano wished to join his mother in Yomi, the Underworld, and so was banished by his father to that place. Before leaving, he asked to say good-bye to his sister Amaterasu. Believing her brother wished to steal her away with him, she prepared for battle, arming herself with a bow and two quivers of arrows. Her brother claimed he did not wish to usurp her power, but still challenged her to a contest to prove who was the more powerful of the two. Both would attempt to produce male deities.
She began the contest by breaking her brother's sword into three, chewing the pieces, and spitting them out. A mist appeared from her mouth and took the form of three goddesses. Susano took the fertility beads from her hair and arms and cracked them with his teeth. From these, he produced five male gods; then announced he had won the contest. But the gods had been formed from her own jewels and so Amaterasu claimed the victory. Ignoring her protests, Susano celebrated his victory by causing havoc on Earth, destroying rice fields and filling irrigation ditches. For his finale, he skinned a young pony and hurled it through the roof of the sacred weaving hall where Amaterasu and her attendants sat weaving the fabric of the universe, which was left incomplete as a result.
Fleeing in anger and fear, Amaterasu hid in a cave, Ame-No-Iwato (sky-rock-cave), taking the light with her. The evil gods were delighted, and used the opportunity to cause even more trouble. Though the good gods begged her to leave her cave, Amaterasu refused. They resorted to a trick in order to lure her out. A mirror was fashioned (called Kagami or Yata-Kayami), strung with a jeweled necklace. A party of gods assembled outside the cave with the mirror and a rooster. At the crowing of the rooster (Amaterasu's sacred bird), Ame-No-Uzume, the Goddess of the Dawn and Laughter, began dancing the Kagura on an upturned tub. In the ecstasy of her dancing, she removed her clothes which caused the assembled gods to laugh. Unable to contain her curiosity, Amaterasu emerged from her cave and was told by the gods that they had found a more beautiful women to replace her. As she moved close to see, she was captivated by her own reflected beauty. Several of the gods caught her and a straw rope (Shiri-Kume-Na-Nawa) was placed over the mouth of the cave to prevent her retreat. Thus light returned to the world.
Her temple in Ise Naiku is visited by about five million devotees each year, and she is also worshiped in every family shrine. December 22nd is the Tohji-Taisai, a Shinto rite honoring Sun Goddess Amaterasu. There is also a special ceremony during solar eclipses. Her shrines are often placed adjacent to those her brother, Susano-Wo. She protects the rice fields and invented irrigation canals. She organized religious rites. She developed the art of raising silk worms (though the goddess Ukemochi create silk worms from her eyebrows) and wove the clothing of the gods. 

 Indonesia

Amaterasu
Anak dari Izanagi dan Izanami, Amaterasu-O-Mi-Kami, yang berarti "orang mulia yang membuat Surga bersinar," adalah Dewi Matahari Jepang. Dia juga dikenal sebagai Amaterasu-Oho-Hiru-Me No Mikoto, Shinmei, O-Hiru-Me-No-Muchi, Amaterasu-Omi-Gami, Tenshodaijin, dan Tensho-Ko-Daijin. Terkadang dia diidentikkan sebagai aspek Amita (Amida) dan terkadang sebagai Dainachi Nyorai (aspek Buddha). Dia adalah dewi matahari dan pertanian serta dewi budaya pahlawan Jepang.
Ketika Izanagi kembali dari tanah kematian, ia membasuh wajahnya. Amaterasu muncul dari mata kirinya dan Dewa Bulan Tsukiyomi muncul dari mata kanannya. Amaterasu juga merupakan kakak perempuan dari Susano-Wo, Dewa Badai, yang muncul dari lubang hidung ayahnya, Izanagi. Amaterasu adalah anggota yang paling menonjol di Panteon Shinto, dan keluarga kerajaan Jepang adalah keturunannya. Burung suci nya adalah Yatagarasu, gagak delapan tangan (kaki), yang diidentikkan dengan Yangwu, gagak surya dariCina.
Amaterasu adalah ibu dari dewi Takiri-Bime-No-Mikoto, Ikiti-Simapime-No-Mikoto (atau Sa-Yori-Bime-No-Mikoto), dan Takitu-pime-No-Mikoto. Anak-anaknya bernama Masa-Katu-A-Katu-Kati-Paya-Pi-Ame-No-Oso-Po-Mimi-No-Pi-No-Mikoto, Ame-No-Po-Pi-No-Mikoto, Ama-Tu-Pikone-No-Mikoto, Iku-Tu-Pikone-No-Mikoto, dan Kumano-Kusubi-No-Mikoto. Dia juga memiliki cucu tercinta bernama Ninigi dan cicitnya Hosuseri serta anak dari cicitnya Jimmu-Tenno.
Izanagi memberikan dataran tinggi di surga untuk dikuasai serta kalung titisan sucinya (Mi-Kura-Tana-No-Kami) kepada Amaterasu. Untuk adiknya Susano, Izanagi memberikan lautan. Tapi Susano ingin bergabung dengan ibunya di Yomi, Dunia Bawah, sehingga ia dibuang oleh ayahnya ke tempat itu. Sebelum berangkat, ia ingin mengucapkan selamat tinggal kepada kakaknya Amaterasu. Percaya adiknya ingin ia pergi diam-diam bersamanya, ia bersiap untuk bertarung, dia mempersenjatai dirinya dengan busur dan dua kinan anak panah. Adiknya mengaku ia tidak bermaksud merebut kekuasaan Amaterasu, namun hanya ingin menantangnya untuk membuktikan siapa yang lebih kuat diantara mereka berdua. Keduanya akan berusaha untuk menciptakan dewa laki-laki.
Amaterasu memulai tantangan dengan membelah pedang Susano menjadi tiga potongan, lalu mengunyah potongan-potongan tersebut, dan memuntahkannya. Kabut muncul dari mulut Amaterasu dan terciptalah tiga dewi. Susano mengambil manik-manik kesuburan dari rambut dan lengan Amaterasu, lalu diretakkan dengan giginya. Dari usaha ini, Susano menciptakan lima dewa, kemudian diumumkan bahwa dia telah memenangkan kontes. Namun, para dewa yang tercipta merupakan hasil dari perhiasan Amaterasu, sehingga ia mengklaim kemenangan itu adalah miliknya. Susano mengabaikan protes dari Amaterasu dan merayakan kemenangannya dengan menyebarkan malapetaka di bumi, menghancurkan sawah-sawah dan saluran irigasi. Untuk perayaan akhir, Susano menguliti seekor kuda poni muda dan melemparkan Amaterasu kulit kuda itu dari atas atap aula tenun sakral di mana ia dan para penenunnya menenun kain dari alam semesta, yang menyebabkan hasilnya kurang bagus.
Minggat dalam kemarahan dan ketakutan, Amaterasu bersembunyi di sebuah gua, Ame-No-Iwato (gua batu langit), bersama cahayanya. Para dewa yang jahat bergembira, dan menggunakan kesempatan itu untuk menimbulkan masalah yang lebih besar. Meskipun para dewa yang baik telah memintanya untuk meninggalkan gua itu, Amaterasu terus menolak. Mereka terpaksa menipunya agar mau keluar. Sebuah cermin telah dibuat (Kagami atau Yata-Kayami), dirangkai dengan kalung permata. Sekumpulan dewa berkumpul di luar gua dengan cermin itu dan seekor ayam jantan. Saat ayam tersebut berkokok (yang mana merupakan burung suci Amaterasu), Ame-No-Uzume, Dewi Fajar dan Tawa, mulai menari Kagura pada bak yang menengadah. Dalam kenikmatannya menari, ia melepas pakaiannya, sehingga para dewa yang berkumpul tertawa. Tak sanggup membendung rasa ingin tahunya, Amaterasu pun keluar dari gua dan diberitahu oleh para dewa bahwa mereka telah menemukan wanita yang lebih cantik untuk menggantikannya. Ketika dia mendekat untuk melihat, ia terpesona oleh kecantikannya sendiri di cermin. Beberapa dewa lalu menangkap Amaterasu dan sepotong tali jerami (Shiri-Kume-Na-Nawa) ditempatkan di mulut gua untuk mencegahnya masuk kembali. Demikianlah cahayanya pun kembali menyinari ke dunia.
Kuil Amaterasu di Ise Naikū dikunjungi sekitar lima juta pemuja setiap tahun, dan dia juga dipuja di kuil setiap keluarga. Dua puluh dua Desember adalah hari Tohji-Taisai, ritual Shinto untuk menghormati Dewi Matahari Amaterasu. Ada juga sebuah upacara khusus saat gerhana matahari. Kuilnya sering ditempatkan berdekatan dengan kuil adiknya, Susano-Wo. Amaterasu melindungi sawah dan saluran irigasi. Dia mengatur ritual keagamaan. Dia mengembangkan seni membesarkan cacing sutra (meskipun dewi Ukemochi yang menciptakan cacing sutra dari alisnya) dan menenun pakaian para dewa.

No comments:

Post a Comment