Thursday, April 18, 2013

Scandinavian Legend, the Thunder Oak


English



THE THUNDER OAK

When the heathen raged through the forests of the ancient Northland there grew a giant tree branching with huge limbs toward the clouds. It was the Thunder Oak of the war-god Thor.
Thither, under cover of night, heathen priests were wont to bring their victims -- both men and beasts -- and slay them upon the altar of the thunder-god. There in the darkness was wrought many an evil deed, while human blood was poured forth and watered the roots of that gloomy tree, from whose branches depended the mistletoe, the fateful plant that sprang from the blood-fed veins of the oak. So gloomy and terror-ridden was the spot on which grew the tree that no beasts of field or forest would lodge beneath its dark branches, nor would birds nest or perch among its gnarled limbs.
Long, long ago, on a white Christmas Eve, Thor's priests held their winter rites beneath the Thunder Oak. Through the deep snow of the dense forest hastened throngs of heathen folk, all intent on keeping the mystic feast of the mighty Thor. In the hush of the night the folk gathered in the glade where the tree stood. Closely they pressed around the great altar-stone under the overhanging boughs where the white-robed priests stood. Clearly shone the moonlight on all.
Then from the altar flashed upward the sacrificial flames, casting their lurid glow on the straining faces of the human victims awaiting the blow of the priest's knife.
But the knife never fell, for from the silent avenues of the dark forest came the good Saint Winfred and his people. Swiftly the saint drew from his girdle a shining axe. Fiercely he smote the Thunder Oak, hewing a deep gash in its trunk. And while the heathen folk gazed in horror and wonder, the bright blade of the axe circled faster and faster around Saint Winfred's head, and the flakes of wood flew far and wide from the deepening cut in the body of the tree.
Suddenly there was heard overhead the sound of a mighty, rushing wind. A whirling blast struck the tree. It gripped the oak from its foundations. Backward it fell like a tower, groaning as it split into four pieces.
But just behind it, unharmed by the ruin, stood a young fir tree, pointing its green spire to heaven.
Saint Winfred dropped his axe, and turned to speak to the people. Joyously his voice rang out through the crisp, winter air:
"This little tree, a young child of the forest, shall be your holy tree to-night. It is the tree of peace, for your houses are built of fir. It is the sign of endless life, for its leaves are forever green. See how it points upward to heaven! Let this be called the tree of the Christ Child. Gather about it, not in the wildwood, but in your own homes. There it will shelter no deeds of blood, but loving gifts and rites of kindness. So shall the peace of the White Christ reign in your hearts!"
And with songs of joy the multitude of heathen folk took up the little fir tree and bore it to the house of their chief, and there with good will and peace they kept the holy Christmastide. 

Indonesia 

THE THUNDER OAK

Ketika seorang kafir mengamuki seisi hutan di Negeri kuno utara, tumbuhlah pohon raksasa bercabang dengan tangkai besar hingga awan. Itulah Thunder Oak milik dewa perang Thor.
Di suatu tempat, di bawah gelapnya malam, dimana para pendeta kafir biasa membawa korban-korban mereka - baik manusia maupun hewan – untuk dikorbankan di atas altar dewa petir. Di sanalah di tengah malam yang mencekam terjadi banyak pembantaian, darah manusia disiramkan untuk menyuburkan akar pohon ek yang layu itu, yang cabangnya banyak ditumbuhi benalu, tanaman menjijikkan yang tumbuh menjalar di lapisan kulit pohon yang tersiram darah. Begitu suram dan mengerikan situasi di mana pohon itu tumbuh sehingga tidak ada satupun hewan di sana yang singgah di dekat pohon ek itu, begitu juga burung tak ada satupun yang bersarang maupun bertengger di tangkai pohon yang berbonggol itu.
Pada jaman dahulu kala, pada malam Natal, para pemuja Thor mengadakan upacara musim dingin mereka di bawah pohon Thunder Oak itu. Turunnya salju tebal di hutan lebat itu mempercepat kerumunan para kafir, semua bersungguh-sungguh melaksanakan upacara mistik Dewa Thor yang perkasa. Dalam keheningan malam, para kafir berkumpul di sekitar lokasi pohon Ek. Dengan erat mereka menekan altar batu agung di bawah dahan pohon yang menggelantung di mana pendeta-pendeta berjubah putih berdiri. Dengan terang bulan purnama pun bersinar.
Kemudian dari atas altar menyala api kurban, yang membuat raut wajah para korban yang hendak disembelih ketakutan.
Namun, syukurnya para korban selamat, dari jalan sunyi di kegelapan hutan datanglah Santo Winfred yang baik hati dan para pengikutnya. Dengan cepat Winfred mengunus kapak bersinar dari ikat pinggangnya. Lalu, dengan sekuat tenaga ia mengayunkan kapaknya ke pohon Thunder Oak, membuat luka yang dalam pada batangnya. Sementara para kafir terdiam ketakutan dan takjub, kapak bersinar itu diayunkan lebih cepat dan lebih cepat di atas kepala Santo Winfred, dan serpihan kayu terlempar jauh dan menyebar dari dalamnya luka di tubuh pohon itu.
Tiba-tiba dari angkasa terdengar suara angin ribut yang kuat. Sebuah benda berputar menghantam pohon ek dengan ledakannya. Benda itu mencengkeram akar pohon ek. Lalu pohon itu jatuh seperti sebuah menara, mengerutuk lalu terbelah menjadi empat bagian.
Namun langsung setelah kejadian itu, tiba-tiba, tumbuhlah sebuah pohon cemara muda, yang menjulang hingga angkasa.
Santo Winfred menjatuhkan kapaknya, dan berpaling untuk berbicara kepada orang-orang kafir tersebut. Dengan penuh suka cita suaranya terdengar melalui dinginnya udara malam itu.
"Pohon kecil ini, merupakan seorang anak muda hutan ini, akan menjadi pohon kudus untuk malam ini. Inilah pohon kedamaian, sebab rumah kalian dibangun dari batang cemara. Ini adalah tanda kehidupan abadi, sebab daunnya yang selalu berwarna hijau. Lihatlah bagaimana pohon ini menunjuk ke surga.! Dengan ini pohon ini ku beri nama Anak Kristus. Kumpulkanlah ia, bukan di hutan, namun di rumah kalian sendiri. Di sana ia akan melindungi dari kejahatan, dan menjadi hadiah yang indah serta ritual untuk kebaikan. Jadi biarkan kedamaian Kristus Putih mencengkam hatimu!"
Dan dengan nyanyian sukacita seluruh kafir mengambil pohon cemara kecil itu dan menanamnya di rumah pemimpin mereka, dan dengan kebaikan dan kedamaian mereka terus menjaga kesucian Natal.
 

 

No comments:

Post a Comment