Indonesia
Asal Usul Burung
Moopoo
Alkisah, di sebuah daerah di Minahasa, Sulawesi
Utara, hiduplah seorang kakek bersama dengan cucu laki-lakinya yang bernama
Nondo. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil di tepi hutan lebat. Untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari, sang Kakek pergi ke hutan mencari hasil hutan dan
menjualnya ke pasar. Sementara Nondo hanya bisa membantu kakeknya memasak dan
membersihkan rumah, karena kakinya pincang. Kedua orang tua Nondo meninggal
dunia ketika ia masih kecil. Sejak itu, Nondo diasuh oleh kakeknya hingga
dewasa.
Setiap hari Nondo selalu bersedih hati. Ia ingin
sekali membantu kakeknya mencari kayu bakar di hutan, namun apa daya kakinya
tidak mampu berjalan jauh. Ia juga ingin sekali menyaksikan sendiri
binatang-binatang yang hidup di hutan sebagaimana yang sering diceritakan oleh
kakeknya setiap selesai makan malam.
Setiap kakeknya bercerita, Nondo selalu
mendengarkannya dengan penuh perhatian. Ia hanya bisa membayangkan seperti
apakah binatang-binatang yang diceritakan kakeknya itu. Ia juga sering bermimpi
bertemu dengan binatang-binatang itu. Bahkan, ia kerap menirukan bunyi
burung-burung yang diceritakan kakeknya.
Pada suatu hari, seperti biasanya, sang Kakek hendak
pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar.
”Kek! Bolehkah Nondo ikut ke hutan bersama Kakek?”
pinta Nondo kepada kakeknya.
”Kamu di rumah saja, Cucuku” jawab sang Kakek.
”Tapi, Kek! Nondo ingin sekali melihat
binatang-binatang yang sering Kakek ceritakan itu.”
”Jangan, Cucuku! Bukankah kakimu sedang sakit? Kakek
khawatir dengan kesehatanmu.”
”Kek! Nondo mohon, izinkanlah Nondo pergi ke hutan
bersama Kakek sekali ini saja,” bujuk Nondo sambil merengek-rengek.
Oleh karena kasihan melihat Nondo, akhirnya kakeknya
pun mengizinkannya.
”Baiklah! Kamu boleh ikut bersama Kakek, tapi
selesaikan dulu pekerjaan rumahmu,” ujar sang Kakek.
Dengan perasaan senang dan penuh semangat, Nondo
segera membersihkan rumah dan memasak untuk makan siang sepulang dari hutan.
Beberapa saat kemudian, Nondo telah menyelesaikan pekerjaan rumahnya.
”Kek! Ayo kita berangkat! Pekerjaan Nondo sudah
selesai,” seru Nondo.
”Ya!” jawab sang Kakek singkat dengan perasaan
khawatir.
Setelah itu, berangkatlah mereka ke hutan. Sang
Kakek berjalan di depan, sedangkan Nondo mengikutinya dari belakang. Ketika
memasuki hutan, Nondo seringkali tertinggal oleh kakeknya, karena selain
kakinya pincang, ia juga sering berhenti setiap melihat binatang. Bahkan, ia
kerap bermain-main dan menirukan suara binatang yang ditemuinya. Oleh karena
keasyikan bermain-main dengan binatang itu, sehingga ia semakin jauh tertinggal
oleh kakeknya.
Awalnya Nondo tidak menyadari keadaan itu. Ketika
hari menjelang sore, ia baru tersadar jika ia tinggal sendirian di tengah
hutan. Hari pun semakin gelap, suasana hutan semakin menyeramkan dengan suara-suara
binatang yang menakutkan.
”Kakek...! Kakek....! Kakek di mana...?” teriak
Nondo memanggil kakeknya sambil menangis.
Beberapa kali Nondo berteriak, namun tidak ada
jawaban sama sekali. Ia mencoba mencari jalan pulang ke rumah, namun semakin
jauh ia berjalan semakin jauh masuk ke tengah hutan. Ia pun bertambah bingung
dan tersesat di tengah hutan.
Malam semakin larut, Nondo belum juga menemukan
kakeknya. Ia pun semakin takut oleh suara-suara burung yang bersahut-sahutan,
seperti burung uwak, kedi-kedi, kakaktua, toin tuenden dan burung hantu.
Apalagi ketika ia mendengar suara burung kuow yang keras dan menyeramkan. Ia
pun menangis dan berteriak sekeras-kerasnya agar suaranya didengar oleh
kakeknya. Namun, usahanya sia-sia, karena tidak mendapat jawaban sama sekali.
Sementara itu sang Kakek menjadi panik ketika
menyadari cucunya sudah tidak ada lagi di belakangnya. Ia sangat
mengkhawatirkan keadaan cucu kesayangannya itu.
”Nondo...! Nondo...! Kamu di mana?” teriak sang
Kakek.
Beberapa kali pula kakek itu berteriak, namun tidak
ada jawaban sama sekali. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk pulang, karena
mengira cucunya sudah kembali ke rumah. Namun sesampai di rumah, ia tidak
menemukan cucunya. Pada pagi harinya, sang Kakek kembali ke hutan untuk mencari
cucunya. Hingga sore hari, ia berkeliling di tengah hutan itu sambil
berteriak-teriak memanggil cucunya, namun tidak juga menemukannya. Oleh karena
merasa putus asa, akhirnya ia pun kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang,
ia mendengar suara yang aneh.
`moo-poo..., moo-poo..., moo-poo….!” terdengar suara
burung aneh itu.
”Suara binatang apakah itu? Sepertinya baru kali ini
aku mendengarnya,” gumam Kakek Nondo.
Oleh karena
penasaran, kakek itu segera mencari sumber suara aneh itu. Setelah berjalan
beberapa langkah, ia pun menemukannya. Ternyata suara itu adalah suara seekor
burung yang sedang hinggap di atas pohon. Kakek itu terus berjalan mendekati
pohon untuk melihat burung itu lebih dekat.
”Burung apakah itu? Sudah puluhan tahun aku mencari
kayu di hutan ini, tapi aku belum pernah melihat jenis burung seperti itu,”
gumamnya.
Sementara burung itu terbang dari satu cabang ke
cabang yang lain sambil memerhatikan sang Kakek dan mengeluarkan
suara,”moo-poo”.
Semula kakek Nondo tidak mengerti maksud suara itu.
Namun setelah lama memerhatikan suara itu, ia pun mulai menyadari jika burung
itu memanggilnya opoku (kakekku). Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia kembali
mengamati burung itu. Setelah ia amati, rupanya kaki burung itu pincang.
Tiba-tiba kakek itu menangis karena teringat cucunya. Ia yakin bahwa burung itu
adalah jelmaan cucunya, Nondo. Sesuai dengan suara yang dikeluarkan, maka
burung itu diberi nama moopoo. Hingga saat ini, burung moopoo dapat ditemukan
di daerah Minahasa, Sulawesi Utara.
English
The
Origin of Moopoo Birds
Once, in a region in Minahasa, North
Sulawesi, there was a grandfather with his grandson named Nondo. They lived in
a small house on the edge of a jungle. To meet their daily needs, the
grandfather went into the woods to look for forest goods and sold them to the
market. While Nondo could only help his grandfather in cooking and cleaning the
house, because his legs were limp. Both Nondo’s parents died when he was a
child. Since then, Nondo had been grown up by his grandfather into maturity.
Every day Nondo was always sadden. He really
wanted to help his grandfather gathering firewood in the forest, but what a
powerless effort, his the legs were not able to walk far. He also wanted to see
the animals that lived in the forest by himself as it was often told by his
grandfather after dinner.
Every time his grandfather told a story,
Nondo always listened with sincere attention. He could only imagine what they
looked like the animals told by his grandfather. He also used to dream of
meeting with the animals. In fact, he used to imitate the sound of the birds
told by his grandfather.
One day, as usual, his grandfather would go
to the forest to get firewood.
"Grandpa! Can Nondo come into the woods
with you?" Pleaded Nondo to his grandfather.
"Just stay at home, my grandson."
said the grandfather.
"But, Grandpa! Nondo wants to see the
animals that you often told me. "
"No, my grandson! Your feet are sick? I
concerned with your health. "
"Grandpa! Please, let Nondo go into the
woods with Grandpa just this time," pleaded Nondo whining.
For he pitied Nondo, his grandfather was
finally allowed him.
"All right! You may join with me, but
finish your housework first," said the grandfather.
With a sense of excitement and passion, Nondo
immediately cleaned the house and cooked for lunch for their return from the
forest. A few moments later, Nondo had done his housework.
"Grandpa! Off we go! Nondo’s job had
done, "said Nondo.
"Yes," Grandfather replied shortly
feeling worried.
After that, they departed into the woods. The
grandfather was in front, while Nondo followed behind. When they entered the
forest, Nondo was often left by his grandfather, because besides his flaw legs,
he often stopped every moment to see the animals. Even, he used to play around
and imitate animal sounds he encountered. Because he enjoyed playing around
with the animal, so he was getting farther behind by his grandfather.
Firstly Nondo did not realize the situation.
When the day arose to dusk, he finally realized that he was left alone in the
woods. The day was getting darker, creepy atmosphere of the forest with scary
animal sounds made Nondo panic.
"Grandpa...! Grandpa....! Grandpa where
are you...?" Cried Nondo calling his grandfather, weeping.
Several times Nondo screamed, but no response
at all. He tried to find a way back home, but the farther he walked the farther
he travelled into the woods. He grew confused and lost in the woods.
The night grew darker, Nondo had not found
his grandfather yet. He was more scared by the sounds of birds shouting from
one to another, such as Uwak birds, hermaphrodites, parrots, tuenden toin and
owls. Moreover, when he heard a loud and creepy sound of kuow birds. He cried
and shouted loudly to make himself heard by his grandfather. It did not work,
however, because there was not response at all.
Meanwhile, the grandfather became panicked
when he realized his grandson was no longer behind him. He was very concerned
about the state of his beloved grandson.
"Nondo...! Nondo...! Where are you?"
Shouted the grandfather.
Several times the old man shouted, but there
was no response at all. Finally, he decided to go home, because he thought his
grandson had returned home. But when he reached the house, he did not find his
grandson. In the morning, his grandfather returned to the forest to search for
his grandson. Until afternoon, he was searching around in the middle of the
woods while screaming calling her grandson, but he did not find him too.
Desperation approached him, he finally returned to his home. On the way home,
he heard a strange sound.
`Moo-poo ..., moo-poo ..., moo-poo
....!" Sound of a strange bird.
"What beast sounds like that? Looks like
the first time I heard it," Grandpa muttered.
By his curiosity, the old man immediately
looked for the source of that strange sound. After walking a few steps, he
found it. It turned out that the voice was the voice of a bird perching in a
tree. The old man continued walking toward the tree to see the bird closer.
"What bird is it? It’s been dozens of
years I find firewood in this forest, but I've never seen a bird like
that," he muttered.
While the bird was flying from one branch to
another, watching the grandfather and grunting, "moo-poo".
Firstly Nondo’s grandfather did not
understand the voice. But after listening to the voice for several times, he
began to realize that the bird was calling him opoku (my grandfather). To further convince him, he watched the
bird again. After he observed it, apparently the bird legs were limp. Suddenly
the old man cried for remembering his grandson. He believed that the bird was
the incarnation his grandson, Nondo. In accordance with the voice, then the
bird was named moopoo. Until now, moopoo bird can be found in Minahasa, North
Sulawesi.
Cerita yang bagus, thanks sudah share
ReplyDeleteberita cpns
is interesting !!!!!!!!!!!
Delete