INDONESIA
Legenda Manusia menjelma menjadi Hewan di Yapen
Waropen Papua
Pada zaman dahulu di
pulau Yapen dan pulau-pulau di sekelilingnya tidak dihuni oleh seorangpun. Dari
mana asal dan datangnya penduduk yang ada pada dewasa ini, dikatakan bahwa
dulunya mereka bertempat tinggal di gunung Tonater di daerah Waropen. Pada
waktu itu mereka hanya memiliki satu bahasa.
Pada suatu hari
penduduk gunung Tonater ini berniat untuk membuat sebuah menara yang tingginya
dapat mencapai bulan. Adapun maksud pembuatan menara ini adalah supaya mereka
boleh naik ke bulan, untuk menemui para bidadari yang berada di bulan. Menara
tersebut dibuat dengan bambu dan diberi tangga. Dari hari ke hari mereka sibuk
mengerjakannya agar rencana mereka terwujud.
Pada suatu hari
sementara mereka sibuk memasang rangka, tiba-tiba menara itu goyah lalu rubuh
bersama orang-orangnya yang menyebabkan kematian dan bahasa persatuan merekapun
hilang. Orang-orang yang meninggal kemudian menjelma menjadi hewan. Ada yang
menjadi kasuari, ular, babi, burung-burung dan ada pula yang menjadi ikan
seperti : ikan paus, hiu dan sebagainya.
Hewan-hewan ini
kemudian mengadakan musyawarah dan telah bermufakat untuk meninggalkan gunung
Tonater, karena tempat ini membawa aib bagi mereka. Oleh sebab itu mereka akan
menyebar dan mendiami pulau Papua. Ada yang mengungsi ke ujung Timur Papua, ada
pula yang ke Barat, ke Utara maupun ke Selatan. Selain di tanah besar ada juga
yang menyebar ke pulau-pulaul, seperti: Pulau Yapen, Pulau Biak, Pulau-pulau
Moor, Raja Ampat dan lain sebagainya.
Keesokan hari sebelum
fajar menyingsing, sebuah perahu sudah siap tertambat di muara kali Demba.
Hewan-hewan yang hendak ikut semuanya telah siap di perahu. Saat itu mereka
merasa bahagia, karena yang dicita-citakan telah tercapai.
Kini tibalah waktunya
untuk bertolak, maka perahu pun dilepas kemudian meluncur dipermukaan air
meninggalkan muara kali Demba, menuju selat Saireri yang tenang dan
kebiru-biruan. Keadaan cuaca di selat Saireri pada pagi itu sangat cerah.
Perahu pun terasa makin lama semakin laju, seperti menggunakan motor tempel
layaknya. Sebentar-sebentar terlihat oleh mereka, sebuah titik yang makin lama
makin membesar dan berbentuk sebuah hulu perang. Itulah barisan gunung di pulau
Yapen yang membentang dari ujung timur ke sebelah Barat. Karena si Kasuari
senang lalu ia berdiri untuk meyakinkan penglihatannya, namun ia tidak
menyadari keadaan, sehingga kakinya yang runcing telah menembus dasar perahu.
Akibat perahu berlubang,
air laut masuk dan hampir-hampir saja mereka tenggelam. Mereka berusaha sekuat
tenaga untuk mengeluarkan air, ternyata usaha mereka inipun tidak menolong
juga. Terpaksa Tikus tanah berusaha menutupi lubang perahu dengan moncongnya
yang besar dan lebar. Dengan cara ini mereka tertolong, namun sewaktu-waktu
moncongnya kemasukan air terpaksa dikeluarkannya untuk bernapas sebentar.
Demikianlah
dilakukannya berulang-ulang sehingga mereka tiba dipantai pulau Yapen. Tempat
pendaratan mereka ialah pasir putih Arareni di Randawaya. Setiba didaratan,
mereka menghembuskan napasnya dengan berlapang dada serta berterimakasih kepada
sang pencipta, karena telah tiba dengan selamat. Saat itu juga Kasuari
meninggalkan teman-temannya lalu menghilang ke dalam hutan. Ditelitinya keadaan
hutan, apakah dapat menjamin ketentraman hidup mereka atau tidak. Sudah
beberapa hari ia meninggalkan teman-temannya,tetapi belum muncul juga.
Pada suatu hari Kasuari
kembali lagi dengan membawa berita yang sangat menyenangkan bagi
kawan-kawannya. Sejak itu mereka berpisah satu sama lain dan menyebar ke seluruh
pelosok pulau Yapen dan mendiaminya hingga hari ini. Selain itu karena mereka
berasal dari keturunan hewan, maka bagi keluarga yang bersangkutan pantang
memakan daging jenis hewan tersebut. Dalam hal ini misalkan fam Karubaba
pantang untuk memakan daging anjing, sedangkan fam Mansai pantang makan daging
kasuari. Akibat keruntuhan menara Kebulan, menimbulkan penyebaran penduduk
sehingga menyebabkan penggunaan bahasa didaerah Yapen Waropen banyak ragamnya.
ENGLISH
Legend
of Human transformed into Animal in Yapen Waropen Papua
In ancient times Yapen Island and the
surrounding islands were not inhabited by human. So where the populaces, who
nowadays occupy in there, originated and came from. Some say that they were
once inhabited in mountain Tonater in Waropen. At that time they only had one
language.
One day the mountain Tonater residents intended
to make a tower which height could reach the moon. The purpose of the building
of these towers was that they could climb up to the moon, to meet the angels
who settled in there. The tower was made of bamboo with ladder. From day to day
they were busy working on their plans to be settled.
One day while they were busy arranging the
framework, the tower suddenly faltered and collapsed with the workers and
caused the death, and they also lost the language of unity. The people who died
later transformed into animals. There were cassowaries, snakes, pigs, birds and
some were into fish such as whales, sharks and so on.
Those animals then held a meeting and had
agreed to leave the mountain Tonater, because that place brought disgrace to
them. Therefore, they spread out and populated the island of Papua. Some moved
to the eastern landfill of Papua, some went to the West, to the North and to
the South. In addition, in the great land, some settled to several islands,
such as: Yapen Island, Biak Island, Moor islands, Raja Ampat and others.
The next day before dawn, a boat was ready to
depart in mouth of Demba River. The animals that participated were already on
the boat. At that time they were cheerful, because their aspiration were about
to come true.
Time to leave began, the boat removed and
glided on water surface, leaving the estuary of Demba River, heading to the quiet
and bluish Saireri strait. The weather in the strait that morning was very
bright. The boat felt more and more speed, as if it used engines. Occasionally,
they saw a point that more and more enlarged and shaped an upstream battle.
That was the line of the mountain on the Yapen Island which stretched from the
east to the west. Since the Cassowary was glad then it stood up to convince its
eyesight, but it was not aware of the situation, so that its sharp feet had
penetrated the bottom of the boat.
As the boat was perforated, the sea water fulfilled
in and they almost drowned. They struggled to drain the water, but the effort
did not help as well. The Mole had to patch up the hole with its big and wide snout.
They survived for a moment, but any time the Mole could release its snout to
breathe for a while.
So it did it repeatedly, and they arrived in Yapen
Island shore. They berthed on the white sand of Arareni in Randawaya. Arriving
on land, they were gratefully breathing with charitable and thanked to the One,
as they had arrived safely. By that time, the Cassowary had left its friends
and then disappeared into the woods. It inspected the condition of the forest,
whether it could ensure the tranquility of their life or not. For several days the
Cassowary had left its friends and had not come back.
One day, the Cassowary returned with exciting
news for its friends. Since then they had diverged from each other and spread
to all corners of the Yapen Island and resided there to this day. Moreover, as
they were the offspring of animals, for the relevant families had to refrain from
eating the meat of the animal. In this case, for example, let Karubaba family
were abstinence to eat dog meat, while Mansai family were abstinence to eat cassowary
meat. Due to the collapse of Kebulan tower, the population was spread and the
languages were varied.
No comments:
Post a Comment